Sintren
Konon khabarnya Kesenian Sintren memiliki keunikan, keanehan
dan keindahan. Hal tersebut terlihat dari penggunaan alat-alat musiknya yang
terbuat dari tembikar atau ¿gembyung¿ dan kipas dari bamboo yang ketika ditabuh
dengan cara tertentu menimbulkan suara yang khas. Menurut Bpk. Warnali (dh.
Penilik Kebudayaan Kec. Indramayu Kota), istilah Sintren berasal dari dua kata,
"Sinyo" dan "trennen".
Sinyo yang berarti pemuda dan trennen artinya latihan, jadi ¿pemuda-pemuda indramayuyang sedang berlatih kesenian. Cara memainkan sintren ini mirip dengan pertunjukan sulap, yaitu seorang penari perempuan yang awalnya menggunakan pakaian sehari-hari setelah di masukan ke dalam kurungan sebesar kurungan ayam dan kemudian dimasukan busana tari ke dalam kurungan tersebut, maka dalam beberapa saat sipenari tersebut pakaiannya telah berubah menjadi pakaian tari khusus. Ketika proses pergantian pakaian "dupa" terus mengepul pertanda adanya dorongan magis dalam pertunjukannya. Setelah itu, dilakukan tari-tarian yang berbau magis hingga pertunjukan selesai.
Kesenian ini sudah sangat jarang dan tidak setiap saat dijumpai pertunjukannya, karenanya kesenian ini dijadikan seni tradisional yang memilki cirri khas dan berkembang di wilayah Indramayu dan juga di Kabupaten Cirebon.
Sinyo yang berarti pemuda dan trennen artinya latihan, jadi ¿pemuda-pemuda indramayuyang sedang berlatih kesenian. Cara memainkan sintren ini mirip dengan pertunjukan sulap, yaitu seorang penari perempuan yang awalnya menggunakan pakaian sehari-hari setelah di masukan ke dalam kurungan sebesar kurungan ayam dan kemudian dimasukan busana tari ke dalam kurungan tersebut, maka dalam beberapa saat sipenari tersebut pakaiannya telah berubah menjadi pakaian tari khusus. Ketika proses pergantian pakaian "dupa" terus mengepul pertanda adanya dorongan magis dalam pertunjukannya. Setelah itu, dilakukan tari-tarian yang berbau magis hingga pertunjukan selesai.
Kesenian ini sudah sangat jarang dan tidak setiap saat dijumpai pertunjukannya, karenanya kesenian ini dijadikan seni tradisional yang memilki cirri khas dan berkembang di wilayah Indramayu dan juga di Kabupaten Cirebon.
Sejarah
Kesenian Sintren berasal dari kisah
Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari.
Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak,
namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya
R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun
demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang
memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang
sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah
pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan
pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari
oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari
masih dalam keadaan suci (perawan).
Bentuk pertunjukan
Sintren diperankan seorang gadis yang masih
suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintrensebagai
hiburan budaya,
kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh
antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering
mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren.
Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari Sintren akan
terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan mempesona
0 komentar:
Posting Komentar
Saya berharap para pembaca untuk memberikan kritik,saran dan masukannya.