Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja,
agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat
dan lingkungan disekitarnya.
Diantara sarana kesehatan,
Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas
kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium
kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan
psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan
keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan
teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin
meningkat.
Petugas laboratorium merupakan orang
pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan
toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain
itu dalam pekerjaannya menggunakan alatalat yang mudah pecah, berionisasi dan
radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan
percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan
percobaan.
Oleh karena itu penerapan budaya “aman
dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua
Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium Kesehatan.
FASILITAS
LABORATORIUM
- Laboratorium Kesehatan adalah sarana
kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian
terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan berasal
dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan
perorangan dan masyarakat.
- Disain laboratorium harus mempunyai
sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat.
- Disain laboratorium harus mempunyai
pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang
dipakai.
- Kesiapan menghindari panas sejauh
mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari
bahaya kebakaran.
- Untuk menahan tumpahan larutan yang
mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya
kebakaran dapat disediakan bendungbendung talam.
- Dua buah jalan keluar harus
disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
- Tempat penyimpanan di disain untuk
mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah
besar.
- Harus tersedia alat Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaam (P3K)
MASALAH
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Kinerja (performen) setiap petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang
dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen
tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan
peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat
kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja
di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil
penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa
anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja
untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi
dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih
di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak
keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering
mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan
kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan
demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut
adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi
pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan
kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu
lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi
persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan
Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work
Related Diseases).
Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan
dan Pencegahannya
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang
tidak terduga dan tidak diharapkan.Biasanya kecelakaan menyebabkan,
kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang
paling berat.
Kecelakaan di laboratorium dapat
berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang
menjadi korban pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban
petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat
dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe
condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Mesin, peralatan, bahan dan
lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act),
yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain
karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan
keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara
(bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya
tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang
tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang
banyak terjadi di laboratorium :
1. Terpeleset , biasanya karena
lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk
kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium.
Akibat :
- Ringan à
memar
- Berat à
fraktura,
dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
- Pakai sepatu anti slip
- Jangan pakai sepatu dengan hak
tinggi, tali sepatu longgar
- Hati-hati bila berjalan pada lantai
yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
- Pemeliharaan lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan
yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
- Beban jangan terlalu berat
- Jangan berdiri terlalu jauh dari
beban
- Jangan mengangkat beban dengan
posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil
berjongkok
- Pakaian penggotong jangan terlalu
ketat sehingga pergerakan terhambat.
3. Mengambil sample darah/cairan
tubuh lainnya
Hal ini merupakan pekerjaan
sehari-hari di laboratorium
Akibat :
- Tertusuk jarum suntik
- Tertular virus AIDS, Hepatitis B
Pencegahan :
- Gunakan alat suntik sekali pakai
- Jangan tutup kembali atau menyentuh
jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang
telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
- Bekerja di bawah pencahayaan yang
cukup
4. Risiko terjadi kebakaran (sumber :
bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala
(flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama
yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibat :
- Timbulnya kebakaran dengan akibat
luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian.
- Timbul keracunan akibat kurang
hati-hati.
Pencegahan :
- Konstruksi bangunan yang tahan api
- Sistem penyimpanan yang baik
terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
- Pengawasan terhadap kemungkinan
timbulnya kebakaran
- Sistem tanda kebakaran
· Manual yang
memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
· Otomatis yang
menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
- Jalan untuk menyelamatkan diri
- Perlengkapan dan penanggulangan
kebakaran.
- Penyimpanan dan penanganan zat
kimia yang benar dan aman.
B. Penyakit Akibat
Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium
kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit
yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada
hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja.
Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai
penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain
debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab
terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja,
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya.
Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah
“penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan
besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di
tempat kerja tersebut memperberat,
mempercepat terjadinya serta
menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat kerja di laboratorium
kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang
berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil
namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang
menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara
mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus
(panas pada kulit, tegangan tinggi,
radiasi dll.); faktor psikologis
(ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan
Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten,
terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci,
yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di
unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan
kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada
dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang
tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena
infeksi
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan
dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan
pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya
cukup kekebalan alami untuk
bekrja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.
3. Melakukan pekerjaan laboratorium
dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
4. Menggunakan desinfektan yang
sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5. Sterilisasi dan desinfeksi
terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
6. Pengelolaan limbah infeksius
dengan benar
7. Menggunakan kabinet keamanan
biologis yang sesuai.
8. Kebersihan diri dari petugas.
2) Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan
yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika,
demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen
antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini
dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja
yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (
trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit
dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan
korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1. ”Material safety data sheet”
(MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas
laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber
bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan
terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri
(pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan
benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak,
karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung
pernafasan dengan benar.
3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan
seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja
terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya.
Pendekatan ergonomi bersifat
konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran
atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang
kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya
tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang
salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling
sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)
4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium
kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1. Kebisingan, getaran akibat mesin
dapat menyebabkan stress dan ketulian
2. Pencahayaan yang kurang di ruang
kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan
kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di
tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran
akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi
Khusus untuk radiasi, dengan
berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam
dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2. Pengaturan ventilasi dan
penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan
anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang
sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop
e. Faktor
Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di
laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
1. Pelayanan kesehatan sering kali
bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu
pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan
yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu
yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi
antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi
panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
A. Pengendalian Melalui
Perundang-undangan (Legislative Control)
antara lain :
1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok
2. Petugas kesehatan dan non
kesehatan
1. UU No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
3. UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan
tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5. Peraturan penggunaan bahan-bahan
berbahaya
6. Peraturan/persyaratan pembuangan
limbah dll.
B. Pengendalian
melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara
lain:
1. Persyaratan penerimaan tenaga
medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis
kelamin, syarat kesehatan
2. Pengaturan jam kerja, lembur dan
shift
3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap
(Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaannya
4. Melaksanakan
prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian
alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat
radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5. Melaksanakan
pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
C. Pengendalian
Secara Teknis (Engineering Control) al.:
1. Substitusi dari bahan kimia, alat
kerja atau proses kerja
2. Isolasi dari bahan-bahan kimia,
alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan
(penggunaan alat pelindung)
3. Perbaikan sistim ventilasi, dan
lain-lain
D. Pengendalian
Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan
sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di
unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang
sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang
disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi
lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan
kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan
system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara
cepat dan tepat (prompt-treatment) Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi:
1. Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan
dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status
kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja
tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan
yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi:
ü Anamnese umum
ü Anamnese pekerjaan
ü Penyakit yang pernah
diderita
ü Alrergi
ü Imunisasi yang
pernah didapat
ü Pemeriksaan badan
ü Pemeriksaan
laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
ü Tuberkulin test
ü Psiko test
2. Pemeriksaan
Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar
resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada
pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3. Pemeriksaan
Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada
keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu
kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan
pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam
hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi
panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak
berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan
kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak
terjadi kecelakaan dan sebagainya.
PENUTUP
Kesehatan dan keselamatan kerja di
Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan
lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman,
selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu
kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan
berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan
serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam
pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi
dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan
mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan
pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini
harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga
berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.
Melalui kegiatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang
bekerja di laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif,
sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
Sumber : Dr. Erna
Tresnaningsih MOH, PhD,SpOK
0 komentar:
Posting Komentar
Saya berharap para pembaca untuk memberikan kritik,saran dan masukannya.