Efek Foto Listrik

on Jumat, 19 Oktober 2012


  Pendahuluan
            Sumbangan besar Maxwell pada pengetahuan listrik dan magnet adalah keberhasilannya dalam menyatukan semua kaedah yang dikenal waktu itu di bidang listrik magnet. Hal itu dicapainya dengan meneruskan apa yang telah dirumuskan oleh Faraday (1791-1867). Berdasarkan perangkat persamaan fundamental dalam listrik magnet, Maxwell memperoleh solusi berupa gelombang. Atas dasar itu diramalkan tentang adanya gelombang elektromagnetik, sesuatu yang belum diamati oleh para ilmuwan.
            Heinrich Hertz (1757-1894), menyelidiki implikasi eksperimental dari persamaan-persamaan Maxwell. Sebagai guru besar pada sekolah tinggi teknik di Karisruhe, ia melakukan percobaan-percobaan mengenai gelombang elektromagnetik. Percobaan-percobaan yang dirintisnya serta hasil percobaan para sarjana lain pada akhirnya menunjukkan adanya gelobang elektromagnetik. Tak lama sesudah itu, cahaya juga diidentifikasi sebagai gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang cahaya didukung oleh bukti-bukti eksperimental seperti percobaan Young dan difraksi cahaya. Bukti-bukti ini telah diperoleh lama sebelum tahun 1871.
            Meskipun sifat gelombang cahaya telah manfatap di sekitar akhir abad ke-19, ada beberapa percobaan dengan cahaya dan listrik yang sukar dapat diterangkan dengan sifat gelombang cahaya itu. Dalam tahun 1888 Hallwachs mengamati bahwa suatu keping itu mula-mula positif, maka tidak terjadi kehilangan muatan. Diamatinya pula bahwa suatu keping yang netral akan memperoleh muatan positif apabila disinari. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengamatan-pengamatan di atas  adalah bahwa chaya ultraviolet mendesak keluar muatan litrik negatif dari permukaan keping logam yang netral. Gejala ini dikenal sebagai efek fotolistrik.

Mekanisme Terjadinya Efek Fotolistrik
            Dalam eksperimennya Hertz menemukan bahwa latu pada celak transmiter terjadi bila cahay ultraungu diarahkan pada salah satu bola logamnya. Ia tidak melanjutkan percobaan tersebut, akan tetapi ahli fisika yang lain melanjutkan percobaan tersebut. Mereka menemukan bahwa penyebab terjadinya latu adalah terpancarnya elektron pada frekuensi yang cukup tinggi. Gejala ini dikenal sebagai efek fotolistrik. Gajala ini merupakan salah satu ironi sejarah bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik.
            Ilustrasi alat yang dipergunakan untuk membangkitkan gejala fotolistrik. Tabung yang divakumkan berisi dua elektrode yang dihubungkan dengan rangkaian eksternal. Keping logam yang permukaannya mengalami iradiasi, digunakan sebagaio anode. Sebagian dari gotoelektron yang muncul dari permukaan yang mengalami radiasi memiliki energi yang cukup untuk mencapai katode lebih sedikit dan arusnya menurun. Akhirnya ketika v sama dengan atau melebihi suatu harga Vo yang besarnya dalam orde beberapa volt, maka tidak ada elektron yang mencapai katode dan arusnya terhenti.
            Gejala efek fotolistrik dapat diterangkan sebagai berikut : gelombang cahaya membawa energi, dan sebagian energi yang diserap logam dapat terkonsentrasi pada elektron tertentu dan muncul sebagai energi kinetik. Salah satu sifat yang menimbulkan pertanyaan pengamat adalah distribusi elektron yang dipancarkan (fotoelektron), ternyata tak bergantung pada intensitas cahaya. Berkas cahaya yang kuat menghasilkan fotoelektron lebih besar dari pada berkas cahaya yang lemah untuk frekuensi yang sama, akan tetapi energi elektron rata-ratanya sama saja. dalam batas ketelitian eksperimen (10-9 s), tak terdapat kelambatan waktu antara datangnya cahaya pada permukaan logam dan terpancarnya elektron.
            Secara kuantum energi kuantum cahaya pada efek fotolistrik dipergunakan sebagai energi untuk membebaskan elektron dari permukaan logam dan sisanya dipergunakan sebagai energi kinetik elektron, yang secara matematis dirumuskan.
                  1 eV = 1,60 , 10-19 J     
dengan : hv     : energi kuantum cahaya
              Kmax    : energi kinetik maksimum elektron
              Hv0    : fungsi kerja, energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron yang disinari.
            Fungsi kerja untuk masing-masing permukaan logam memiliki nilai khas. Hal ini berarti bahwa fungsi kerja merupakan besaran yang khas. Untuk melepaskan elektron dari permukaan logam biasanya memerlukan separuh energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron bebas dari atom yang bersangkutan. Sebagai contoh energi ionisasi cesium adalah 3,9 eV dengan fungsi kerjanya 1,7 hingga 3,3 eV. Gejala efek fotolistrik terjadi dalam daerah tampak dan ultraungu.
            Selanjutnya kaitan antara fungsi kerja (energi ambang), tenaga kuantum cahaya , dan tenaga kinetik elektron.
            Tabel fungi kerja untuk beberapa logam dapat dilihat pada Tabel.  Satuan fungsi kerja biasanya dinyatakan dalam elektron volt (eV) yang besarnya setara dengan.
                        1 eV = 1,60 , 10-19 J                            (4.1)
Tabel Fungsi kerja fotolistrik beberapa logam
LOGAM
LAMBANG
FUNGSI KERJA (eV)
Cesium
Cs
1,9
Kalium
K
2,2
Natrium
Na
2,3
Lithium
Li
2,5
Kalsium
Ca
3,2
Tembaga
Cu
4,5
Perak
Ag
4,7
Platina
Pt
5,6

Beberapa pengamatan mengenai efek fotolistrik dapat diterangkan sebagai berikut :
a.       Tenaga kinetik foto elektron tidak bergantung pada intensitas cahaya. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap jumlah foto elektron yang terpancar pada saat terjadi efek fotolistrik.
b.      Tenaga kinetik maksimum foto elektron bergantung pada frekuensi sinar yang dipergunakan dalam percobaan efek fotolistrik. Semakin besar frekuensi foton, maka semakin besar pula tenaga kinetik maksimum foto elektron.
            Dua buah fakta eksperimental yang tidak dapat diterangkan dengan teori gelombang cahaya adalah :
a.       Menurut teori gelombang, vektor medan listrik gelombang cahaya akan semakin besar jika intensitasnya ditingkatkan. Pengaruh medan listrik terhadap elektron dapat menimbulkan gaya besar eE, dengan e menyatakan muatan elementer elektron dan E adalah medan listrik, sehingga energi kinetik foto elektron juga bertambah besar. Hal ini bertentangan dengan fakta eksperimental.
b.      Terdapat frekuensi ambang, untuk semua frekuensi dibahwa frekuensi ambang, fenomena efek fotolistrik tidak mungkin terjadi meskipun dipergunakan intensitas sinar yang tinggi. Menurut teori gelombang, efek fotolistrik harus terjadi pada semua frekuensi asalkan intensitas cahaya yang dipergunakan mencukupi untuk mendesak elektron dari permukaan katoda.
            Ternyata kesukaran untuk dapat menerangkan fakta eksperimental dengan teori yang formal baru dapat teratasi apabila dalam peristiwa dan gejala efek fotolistrik, cahaya tidak dianggap sebagai gelombang. Hal ini merupakan aspek utama dari teori kuantum Einstein.

   Teori Kuantum Einstein tentang Efek Fotolistrik
            Dalam postulatnya Planck mengkuantisasikan energi yang dapat dimiliki osilator, tetapi tetap memandang radiasi thermal dalam rongga sebagai gejala gelombang. Einstein dapat menerangkan efek fotolistrik dengan meluaskan konsep kuantisasi Planck. Einstein menggambarkan bahwa apabila suatu osilator dengan energi pindah ke suatu keadaan dengan energi, maka osilator tersebut memancarkan suatu gumpalan energi elektromagnetik dengan energi, Einstein  menganggap bahwa gumpalan energi yang semacam itu yang kemudian dikenal sebagai foton, yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Pada saat foton meninggalkan permukaan dinding rongga tidak menyebar dalam ruang seperti gelombang tetapi tetap terkonsentrasi dalam ruang yang terbatas yang sangat kecil.
b.      Dalam perambatannya, foton bergerak dengan kecepatan cahaya c.
c.       Energi faton terkait dengan frekuensinya yang memenuhi e = hv.
d.      Dalam proses efek fotolistrik energi foton diserap seluruhnya oleh elektron yang berada di permukaan logam.
            Lima tahun sesudah Planck mengajukan makalah ilmiahnya tentang teori radiasi thermal oleh benda hitam sempurna, yaitu pada tahun 1905, Albert Einstein mengemukakan teori kuantum untuk menerangkan gejala fotolistrik. Secara eksperimental sahihnya teori kuantum itu dibuktikan oleh Millikan pada tahun 1914. Millikan secara eksperimental membuktikan hubungan linear antara tegangan pemberhentian elektron dan frekwensi cahaya yang mendesak elektron pada bahan katoda tertentu.
            Pada tahun 1921 Albert Einstein memperoleh hadian Nobel untuk Fisika, karena secara teoritis berhasil menerangkan gejala efek fotolistrik.

   Emisi Termionik
            Kesahihan penafsiran Einstein mengenal fotolistrik diperkuat dengan telaah tentang emisi termionik. Telah alam diketahui bahwa dengan adanya panas akan dapat meningkatkan konduktivitas udara yang ada di sekelilingnya. Menjelang abad ke-19 ditemukan emisi elektron dari benda panas. Emisi termionik memungkinkan bekerjanya piranti seperti tabung televisi yang di dalamnya terdapat filamen logam atau katoda berlapisan khusus yang pada temperatur tinggi mampu menyajikan arus elektron yang rapat.
            Jelaslah bahwa elektron yang terpancar memperoleh energi dari agitasi thermal zarah pada logam, dan dapat diharapkan bahwa elektron harus mendapat energi minimum tertentu supaya dapat lepas. Energi minimum ini dapat ditentukan untuk berbagai permukaan dan selalu berdekatan dengan fungsi kerja fotolistrik untuk permukaan yang sama. Dalam emisi fotolistrik, foton cahaya menyediakan energi yang diperlukan oleh elektron untuk lepas, sedang dalam emisi termionik kalorlah yang menyediakannya. Dalam kedua kasus itu proses fisis yang bersangkutan dengan timbulnya elektron dari permukaan logam adalah sama.


0 komentar:

Posting Komentar

Saya berharap para pembaca untuk memberikan kritik,saran dan masukannya.

yudha trenggana. Diberdayakan oleh Blogger.