Penemuan tulisan-tulisan tangan
berbahasa Ibrani dan Aramaik kuno di propinsi Qumran, paska Perang Dunia II
telah memicu antusiasme para Ahli Sejarah Kitab
Suci untuk mendapatkan informasi tentang naskah-naskah tersebut yang diharapkan
dapat memberikan jawaban atas misteri dari periode penting dalam sejarah umat
manusia. Hal itu tentu saja sangat beralasan mengingat bahwa naskah berbahasa
Ibrani paling kuno yang ada saat ini dari Kitab-kitab Perjanjian Lama berasal dari abad ke-10 M.
Selain bahwa naskah-naskah tersebut menyimpan perbedaan-perbedaan cukup besar
jika dihadapkan dengan naskah-naskah septuagintal Yunani yang berhasil
diterjemahkan di Aleksandria pada abad ke-13 SM. Manakah di antara kedua naskah
yang paling sahih dalam hal terjadinya perbedaan? Manakah di antara keduanya
yang paling dapat diandalkan? Tidak hanya terbatas pada Jemaat-Jemaat Yitzrael,
bahkan Gereja-Gereja Kristen Yunani, mengakui Perjanjian Lama sebagai bagian
dari Kitab Suci mereka. Sementara umat Kristen hingga abad ke-10 M, mengandalkan naskah
Septuaginta (naskah Yunani, pent) dan
setelah itu mereka beralih - kecuali Gereja Yunani Timur- ke naskah Ibrani pada
awal abad yang sama.
Sebagaimana sumber-sumber yang
sampai kepada kita tentang al-Masih, semuanya berasal dari tulisan-tulisan yang
disusun pada setengah abad semenjak waktu yang ditentukan sebagai saat wafatnya
Yesus. Dan tidak terdapat satu naskahpun - meskipun sedikit - dari sumber-sumber
sejarah masa kini yang menyebutkan secara pasti periode yang dikatakan bahwa
Yesus pernah hidup di masa itu. Bahkan sebaliknya, Kitab-kitab Perjanjian Baru
sendiri - sebagai rujukan satu-satunya tetang kehidupan Yesusmemberikan kepada
kita inforamsi yang kontradiktif berkenaan dengan kehidupan dan kematian Yesus.
Injil Matius menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan pada masa pemerintahan Kaisar
Herodus, yang mangkat pada tahun ke-4 SM. Sedangkan Injil Lukas menetapkan
kelahiran al-Masih pada masa sensus penduduk oleh Romawi, yakni tahun ke-enam
kelahiran al-Masih. Perbedaan juga muncul berkenaan dengan masa berakhirya
kehidupan al-Masih di bumi. Berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari
kitab-kitab Injil, ada yang menetapkan pada tahun ke30, tahun ke-33 dan ada
pula yang menetapkannya pada tahun ke-36.
Sementara keyakinan terdahulu
menegaskan bahwa para penulis Injil itu adalah para murid dan sahabat yang hidup
semasa al-Masih, dan mereka menjadi saksi hidup atas maklumat yang mereka tulis.
Akan tetapi, saat sekarang ini menjadi jelas bahwa tidak seorangpun dari para
penulis Injil itu yang pernah bertemu Yesus. Para penulis itu tanpa terkecuali
bersandar pada riwayat-riwayat yang mereka dengar dari orang lain atau dari
penafsiran-penafsiran mereka terhadap tulisan-tulisan kuno.
Berdasarkan pada kenyataan ini,
maka penemuan tulisan-tulisan kuno yang mendahului atau semasa dengan zaman
kehidupan Yesus di kawasan yang hanya berjarak beberapa kilometer dari kota
Jerusalem, yang disebut-sebut sebagai kota tempat meninggalnya al-Masih, telah
membangkitkan kembali harapan untuk menemukan sumber-sumber pengetahuan untuk
menyingkap tabir misteri dan hakikat persoalan dalam sejarah institusi agama
Kristen dan keterkaitannya dengan jemaat-jemaat Yahudi
yang ada pada masa itu. Antusiasme menjadi bertambah besar semenjak
dipublikasikannya bagianbagian awal manuskrip pada tahun enam puluhan. Maka
jelaslah bahwa tulisan-tulisan tangan itu berkaitan erat dengan kelompok
Judeo-Kristen yang dikenal sebagai Kaum
Esenes, yang memiliki seorang guru bijak dengan sifat dan karakter yang tidak
berbeda dengan al-Masih. Namun sayang bahwa antusiasme yang muncul di kalangan
para ilmuan sejarah kitab suci dan para pembaca awam justru menimbulkan rasa cemas dan khawatir dari pihak
otoritas agama dan institusi-institusi Yahudi maupun Kristen. Alasan kecemasan itu tidak berhubungan dengan
rasa takut bahwa informasi yang berhasil diketemukan akan menguatkan keimanan
orang-orang muslim, sebab sejatinya bahwa tulisan-tulisan itu merupakan tulisan
keagamaan kuno. Namun kecemasan itu lebih mengarah pada kekhawatiran akan
terjadinya penyelewengan dan perubahan yang tidak saja berkenaan dengan hakikat
sejarah, tetapi juga meyangkut penafsiran teks-teks keagamaan berikut
maknanya.
Berdasarkan alasan demikian ini,
maka semenjak pemerintah Israel menduduki kota Jerusalem Lama paska Perang Juni
1967, usaha-usaha penerbitan masuskrip Laut Mati secara praktis terhenti.
Sementara di sana masih tersisa lebih dari separoh yang belum sempat
diterbitkan. Bahkan lebih dari itu, pemerintah Israel berupaya untuk membungkam
suara-suara yang datang dari segala penjuru -yang paling lantang justru dari
para ilmuan Israel sendiri-. Untuk berkelit dari desakan terusmenerus itu,
pemerintah Israel merencanakan sebuah aksi simbolis. Pihak berwenang di
Depertemen Arkeologi Israel mengirimkan gambar-gambar potografi yang diklaim
sebagai telah mewakili seluruh naskah yang ada di musium Rockefeller di
Jerusalem, kepada Universitas Oxford di Inggris dan kepada sebuah universitas di
Amerika Serikat. Selanjutnya pemerintah Israel berpura-pura seolah-olah geram
dan melancarkan aksi protes ketika universitas yang
dimaksud menerjemahkan dan mempublikasikan gambar-gambar photografi manuskrip
tersebut tanpa izin resmi dari pemerintah Israel.
Drama simbolis pemerintah Israel
ini, agaknya dimaksudkan untuk memberi kesan seolah-olah semua naskah manuskrip
telah diterjemahkan dan dipublikasikan, sehingga dengan demikian tidak akan ada
lagi alasan pihak manapun untuk mendesak pemerintah Israel agar memperlihatkan
semua naskah kuno yang ada di tangannya. Bisa dipastikan bahwa di sana masih ada
sejumlah naskah yang potonganpotongannya masih belum terpublikasikan,
dan oleh pihak-pihak tertentu sengaja dirahasikan keberadaannya, agar dengan
demikian ia akan dilupakan kembali oleh sejarah. Akan tetapi, bagian yang telah
dipublikasikan sebelumnya, cukup untuk memberikan penjelasan kepada kita apa
sejatinya misteri yang oleh pihak tertentu sengaja ditutup-tutupi. Inilah yang
hendak kita coba untuk mengungkapnya pada bahasan-bahasan
berikut.
Manuskrip Laut Mati
yang dimaksud adalah sekumpulan tulisan tangan kuno yang berhasil diketemukan
antara tahun 1947 - 1956 di dalam guagua tersembunyi di pegunungan yang
terletak di sebelah barat Laut Mati, antara lain kawasan Qumran, Muraba'at,
Khirbat, Mrd, Ein Jeda dan Masada. Penemuan tersebut, khususnya yang berasal
dari wilayah Qumran atau Umran,
wilayah Tepi Barat Jordan yang berjarak hanya beberapa kilometer selatan kota Yerikho (Areeha), semenjak
setengah abad yang lalu, telah membawa dampak sangat dalam pada pola pikir
peneliti-peneliti Yahudi dan Kristen di seluruh dunia. Selanjutnya
penemuan-penemuan spektakuler itu, secara pasti, telah mengakibatkan terjadinya
perubahan pada banyak struktur kepercayaan yang selama ini diyakini di
Palestina. Meski demikian, kita masih berada di awal langkah sehingga belum bisa
diharapkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang sempurna, kecuali apabila seluruh
naskah yang ada berhasil dipublikasikan dan difahami maknanya oleh para
peneliti.
Ketika Perang Dunia II hampir
reda, tepatnya pada bulan Pebruari tahun 1947, ditemukan gua pertama dekat Laut
Mati. Ketika itu Palestina di bawah perwalian Inggris dan Jerusalem masih dalam
genggaman rakyat Palestina. Awalnya, Muhammad Ad-Dib, seorang anak gembala
kehilangan seekor domba miliknya. Ia berasal dari suku Ta'amirah yang mendiami
wilayah yang membentang dari Jerusalem hingga tepian Laut Mati. Dalam usaha
menemukan dombanya yang tersesat, anak gembala itu naik ke sebuah batu cadas.
Dari tempat itu ia melihat celah sempit dari sebuah tebing yang berhadapan
dengan lereng gunung. Dipungutnya sebuah batu, ia lemparkan batu itu ke dalam
gua dan sekonyongkonyong terdengar beturan batu yang dilemparkannya dengan
benda-benda yang tampaknya terbuat dari bahan tembikar. Gembala kecil itu
kemudian menaiki lereng gunung dan mengintip dari atas. Dalam
suasana remang-remang, Muhammad menyaksikan sejumlah perabot
dari tembikar yang tersusun rapi di lantai gua. Esok paginya, Muhammad kembali
ke gua diikuti beberapa orang kawan. Dan benar, di dalam gua itu mereka
menemukan seperangkat perabot dari tembikar dan tujuh gulungan tulisan
tangan.
Dalam waktu singkat, naskah
manuskrip tulisan tangan itu telah dipamerkan untuk dijual oleh pedagang barang
antik di Jerusalem, bernama Kando. Ia membeli barang itu dari seorang penduduk
Ta'amirah. Athanasius Samuel, Kepala Biara Katolik Saint Markus di Swiss yang pada saat itu
sedang berada di Jerusalem membeli 4 buah manuskrip, sedangkan 3 buah lainnya
dibeli oleh Profesor Eliezer Sukenik dari University of Hebrew di
Jerusalem.
Ketika Perang Arab - Israel
berkecamuk, menyusul proklamasi berdirinya Negara Israel pada tanggal 15 Mei
1948, Atanasius khawatir akan nasib naskah-naskah kuno yang dibelinya. Ia
berniat mengirimkan ke-empat naskah itu ke Amerika Serikat untuk dijual di sana.
Namun akhirnya naskah-naskah itu dibeli oleh Yigael Yadin -anak Profesor
Sukenikdengan harga seperempat juta US dollar atas nama Hebrew University di
Jerusalem. Dengan demikian, tujuh naskah temuan pertama itu berada dalam
kepemilikan Hebrew University di Israel.
Ketika dicapai kesepakatan damai
Arab-Israel pada 7 Nopember 1949, kawasan Qumran dan sepertiga bagian utara
wilayah Laut Mati menjadi wilayah teritorial Kerajaan Hashemit
Jordania, sehingga dengan demikian pihak berwenang di Jordan dapat dengan
leluasa melancarkan rangkaian ekspedisi arkeologis guna melacak keberadaan
manuskrip kuno yang masih tersisa. Meskipun di pihak lain warga Ta'amirah
merahasiakan keberadaan guagua misterius itu, namun pada akhirnya pihak
berwenang Jordan berhasil menemukannya pada akhir bulan Januari
1949.
Menyusul penemuan lokasi gua-gua
Qumran, pihak berwenang Jordan segera melancarkan ekspedisi pencarian di dalam
gua-gua tersebut. Di bawah pengawasan G.L. Harding, seorang ilmuwan
berkebangsaan Inggris yang yang menjabat sebagai Direktur Departemen Arkeologi
Jordan bersama Pendeta Roland de Vaux direktur French Dominican I'Ecole
Biblique, di Jerusalem Timur, ekspedisi itu berhasil menemukan ratusan
potongan-potongan kecil di dalam gua berikut benda-benda kuno
dari tembikar, kain dan benda-benda dari kayu. Benda-benda antik tersebut tentu
sangat membantu upaya menentukan masa sejarah tulisan-tulisan tangan dari zaman
kuno itu. Namun sayangnya, ekspedisi kali ini tidak dilanjutkan hingga mencakup
wilayah Khirbat - dataran di bawah lokasi gua- kecuali pada
bulan Nopember 1951, di mana diketemukan puing-puing perkampungan kuno yang
didiami oleh para pengikut sekte Esenes, di dalamnya juga diketemukan
bendabenda kuno romawi antara lain; kepingan uang logam, yang dari masa
pembuatannya mengindikasikan
bahwa
gua-gua tersebut dihuni oleh orang-orang tertentu hingga berkobarnya gerakan
pemberontakan Yahudi melawan penguasa Romawi antara tahun 66 - 70 M, yang
berakhir dengan pembumihangusan kota Jerusalem dan diusirnya bangsa Yahudi dari
kota tersebut dan wilayah-wilayah lain di sekitar Jerusalem.
Karena tamak untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan
materi, penduduk Ta'amirah menjelajahi hampir seluruh kawasan tepi Laut Mati
guna menemukan manuskrip-manuskrip lain yang diperkirakan masih tersembunyi di
gua-gua wilayah pegunungan. Pada bulan Nopember 1952, seorang warga Badui
Ta'amirah berhasil menemukan gua lain yang tersimpan di dalamnya sejumlah besar
gulungan manuskrip yang telah lapuk dan menjadi potonganpotongan
kecil. Ia kemudian menjualnya kepada pihak berwenang di
Jordan. Cara pencarian yang dilakukan oleh penduduk Ta'amirah itu kemudian
ditiru oleh pemerintah Jordan untuk melakukan eksplorasi di guagua Laut Mati
dalam upaya menemukan naskahnaskah yang masih tersisia. Puncaknya, pada tahun
1965, ditemukan sekumpulan gua yang terdiri dari dua belas buah, juga di wilayah
Qumran. Gua-gua baru yang berhasil ditemukan itu selanjutnya diberi nomor sesuai
urutan penemuan. Warga Ta'amirah menemukan gua nomor 1, 4, dan 6, sedangkan
tujuh gua laiinnya ditemukan oleh pihak berwenang Jordan.
Di pihak lain, Athanasius
-setelah melakukan tes kelayakan arkeologis naskah-naskah Laut Matitelah
memberil Institute for Oriental Studies di Jerusalem untuk
memotret ulang dan mempublikasikan ke-empat naskah yang berada dalam
genggamannya. Antara tahun 1950 - 1951, Institut Amerika di Jerusalem itu untuk
pertama kalinya menerbitkan gambar-gambar photografi naskah Laut Mati, sehingga
dengan demikian telah memberi kesempatan kepada para peneliti yang lain untuk
menelaahnya, yang kemudian diikuti dengan penerbitan terjemahan naskah dalam
bahasa Inggris. Pada tahun 1953, Hebrew University di Jerusalem juga
mempublikasikan tiga buah gambar photografi naskah berikut
terjemahannya.
Pater De Voux, selanjutnya
ditunjuk menjadi Penanggung jawab Ekspedisi Arkeologis Jordan dalam upaya
menemukan naskah-naskah kuno di Qumran, merangkap Penanggung Jawab proyek
penyiapan dan penerjemahan Naskah. Oleh de Foux, potonganpotongan naskah yang
berhasil diketemukan di Gua Nomor-1 diserahkan kepada Dominique Partolemi dan
Millick, keduanya patner kerja de Foux di French Dominican I'Ecole Biblique.
Penerbitan naskah terjemahan dilakukan oleh Oxford University pada tahun 1955.
Namun sebelum itu, pemerintah Jordan telah terlebih dahulu membentuk I
Menyusul sesudah itu, pada tahun
1961, terjemahan manuskrip yang diketemukan di gua kawasan Muraba'at, arah
selatan Qumran, oleh Josef T. Milik, telah dipublikasikan pula. Bagian keempat
dari manuskrip Muraba'at yang berisikan kitab-kitab Mazmur yang berasal dari
temuan di gua nomor 11 itu dipublikasikan pada tahun 1965. Sedangkan bagian
kelima yang merupakan potongan-potongan yang berasal dari gua nomor 4
diterbitkan pada tahun 1968.
Pada perkembangan berikutnya,
diketemukan pula manuskrip-manuskrip kuno di gua-gua lain di luar kawasan
Qumran, antara lain di wilayah Mird, arah barat daya
Qumran, Muraba'at (arah tenggara Qumran) dan Masada, sebuah
benteng kuno Yahudi di selatan Laut Mati yang dikuasai pemerintah Israel. Dalam
usaha menemukan manuskrip-manuskrip kuno itu, penduduk Qumran tidak puas dengan
pencarian di Qumran saja, mereka bahkan telah menjelajahi hampir seluruh kawasan
pegunungan yang membentang sepanjang kawasan pantai Laut Mati. Pada bulan
0ktober tahun 1951 lagi-lagi seorang warga Badui Ta'amirah menemukan sejumlah
manuskrip dalam bahasa Ibrani dan Yunani di sebuah gua di kawasan oase
Muraba'at, kurang lebih 15 km selatan gua Qumran yang pertama, lalu ia
menjual naskah temuan itu kepada pihak berwenang Jordan. Pada saat yang sama,
sejumlah warga Ta'amirah lainnya menemukan sebagian tulisan-tulisan kristiani di
wilayah Mird, dekat Qumran, di antaranya tertulis dalam bahasa Suryani. Sebuah
tim ekspedisi yang beranggotakan para arkeolog Israel di bawah pimpinan
Yigael Yadin, juga melakukan pencarian naskah kuno antara tahun 1963 - 1965,
khususnya di bekas-bekas peninggalan di benteng Masada, dalam wilayah kekuasaan
Israel, arah timur laut kota Arikha (AI-Khalil), dan berhasil menemukan beberapa
buah naskah kuno. Namun yang menjadi sorotan kita di sini adalah tulisan-tulisan
kuno yang berasal dari Qumran, yang diyakini merupakan peninggalan orangorang
sekte Esenes, bukan tulisan-tulisan Yudaisme dan Kristen yang ditemukan di luar
Qumran.
Pecahnya Perang Arab - Israel
tahun 1967 menyebabkan jatuhnya wilayah Tepi Barat ke dalam cengkeraman
pemerintah pendudukan Israel, begitu juga museum Jerusalem, tempat di simpannya
manuskrip-manuskrip kuno. Tidak ada yang terlepas Jari penguasaan pihak
berwenang Israel selain sebuah manuskrip tembaga, sebab pada saat itu, naskah
berada di Amman, Jordan. Dan semenjak saat itu, semua aktifitas publikasi naskah
kuno praktis terhenti.
0 komentar:
Posting Komentar
Saya berharap para pembaca untuk memberikan kritik,saran dan masukannya.