Perbedaan pendapat paling
mengemuka antara Yahudi dan Kristen abad-abad pertama adalah berkenaan dengan
penafsiran isi Kitab Perjanjian Lama khususnya masalah Mesiah (sang Juru
Selamat) yang dinantikan. Sementara orang Kristen memahami bahwa yang tertera di
dalam Kitab Nabi-Nabi menyangkut Hamba Tuhan, Anak Manusia Emanuel dan Nabi
Penerus Musa semuanya itu sejatinya tidak lain adalah Yesus/Isa al-Masih dan
pemberitaan tentang kedatangannya. Sedangka orang-orang Yahudi berpendirian
bahwa tema-tema diatas adalah dalam konteks pembicaraan tentang
bangsa Israel dan keselamatannya, sedangkan Mesiah sang Juru Selamat, masih
dalam penantian. Lebih lagi bahwa di sana terdapat beberapa teks kitab suci
Perjanjian Lama versi Yunani yang sama sekali berlainan dengan isi Perjanjian
Lama versi Ibrani yan berada di tangan orang-orang Yahudi. Manakah antara
keduanya yang paling sahih?
Bahkan di sana terdapat
kitab-kitab yang secara Utuh termuat dalam Perjanjian Lama versi Yunani namun
tidak tertera dalam Kitab Perjanjian Lama versi Ibrani, padahal kitab-kitab
tersebut memuat detail penjelasan tentang kedatangan Sang Juru Selamat, apalagi
bahwa sosok historis Yesus sama sekali tidak dikenal oleh orang-orang Yahudi.
Berbeda dengan apa yang termuat dalam I
Dikaitkan dengan persoalan
tersebut, maka penemuan manuskrip-manuskrip Qumran yang ditulis pada abad ke-2
SM hingga pertengahan, abad pertama masehi, telah membersitkan harapan akan
diketemukannya sumber-sumber pengetahuan yang mampu menjawab teka-teki pelik dan
selanjutnya menafsirkan peristiwa berdasarkan pertimbanganpertimbangan sejarah.
Bahkan sebagian kalangan berharap dapat menemukan naskah-naskah kuno dari
Injil-Injil Perjanjian Baru di Qumran, atau sekedar isyarat berkenaan dengan
para sahabat al-Masih. (para Hawariyun, pent).
Namun yang terjadi sungguh berbeda
dengan itu semua. Tidak sedikitpun disinggung bahwa al-Masih
pernah hidup pada periode sejarah yang dimaksud kecuali bahwa pada masa itu
terdapat sekelompok orang semi-Kristen yang mendiami wilayah Qumran beberapa mil
jauhnya dari Jerusalem. Mereka dikatakan sedang menantikan kedatangan Sang Guru
yang dikhabarkan telah mati. Orang-orang misterius itu memandang para pendeta
rumah suci sebagai penjelmaan setan dan mereka bertanggung jawab atas kematian
sang Guru Bijak. Lebih dari itu bahwa kitab-kitab yang diterima oleh
orang-orang Kristen diditolak oleh Yahudi, seluruhnya ditemukan di dalam gua-gua
Qumtan.
Perabot (jambangan, pent) dari
tembikar dipergunakan sebagai tempat menyimpan manuskrip tenyata mempunyai
bentuk yang sangat unik, dan memiliki ukuran tertentu. Berbentuk bundar setinggi
kurang lebih setengah meter, dengan permukaan serta dasar yang datar. Perabot
semacam ini lazimnya dipergunakan oleh orang-orang Mesir pada dua abad sebelum
kelahiran Al-masih. Ini menunjukkan bahwa bentuk perabot dan cara menyimpan
manuskrip diambil dari tradisi orang-orang Mesir. Perabot semacam itu jelas
bukan buatan tangan orang Palestina, demikian pula tata cara penyimpanan
manuskrip itu sejatinya merupakan tradisi orang-orang Mesir semenjak masa
pemerintahan Ramses III, yang berasal dari dinasti ke duapuluh, sekitar abad
ke-2 S.M
Sebagian besar naskah-naskah kuno dari
Qumran
tertulis di atas lembaran-lembaran kulit dan sebagian di atas
lempengan-lempengan tembaga atau daun papirus. Kebanyakan ditulis dalam bahasa
Ibrani, meskipun ada pula tulisan berbahasa Aramaik dan Yunani. Cara penulisan
yang dipergunakan sama persis dengan hasil penggalian arkeologis di I
Jumlah tulisan Kitab-kitab Taurat berjumlah dua ratus kitab, dan
telah diketemukan dalam jumlah besar tulisan-tulisan Kitab Perjanjian Lama
-selain Kitab Ester- meskipun sebagian hanya berupa potongan-potongan kecil.
Naskah terbanyak dari satu kitab yang dapat diketemukan adalah Kitab Mazmur
sebanyak 27 buah naskah, dan Kitab Ulangan sebanyak 25 naskah dan Kitab Yesaya
sebanyak 18 naskah.
Sedangkan tulisan-tulisan yang
tidak termasuk dalam Kanon Perjanjian Lama terdiri dari dua
macam;
Pertama; disebut Apokrip,
seperti Kitab Tobit, Kitab Kebijaksanaan Yesus ben Sirakh dan bagian yang
tertulis dalam bahasa Yunani dari Surat Yeremia. Kitab jenis pertama ini
meskipun tidak menjadi bagian naskah-naskah I
Kedua; adalah sebagian Kitab
yang ditulis pada periode antara abad ke-2 S M hingga akhir abad ke-1 M. Para
Imam menolak menganggapnya sebagai bagian dari Kitab Suci mereka dan selanjutnya
dikenal dengan nama "Pseudepiqrapha". Akan tetapi naskah terjemahan dalam
bahasa Yunani dari kitab-kitab itu disimpan oleh orang-orang Kristen -kadang
tertulis dalam bahasa Suryani, Aramik, atau Etiopia, dalam manuskrip-manuskrip
Qumran- sebagaimana pada periode para patriakh ke-12 dan Kitab Akhnokh - yang
dapat menjelaskan bahwa kelompok Esenes memasukkannya ke dalam khazanah kitab
suci mereka.
Sebagaimana diketemukan pula
tulisan-tulisan berupa penafsiran yang menjadi interpretasi bagi kitab-kitab
suci dengan metode penafsiran metaforis, atau tidak secara tekstual (harfiah),
sebagaimana dilakukan oleh para pendeta. Di antara penemuan lainnya adalah
Buku-buku Tafsir Kitab Perjanjian Lama, yang kadangkala bertentangan dengan
penafsiran-penafsiran yang diberikan kepada Kitab Talmud. Sebagai contoh, pada
Buku Tafsir Kitab Kejadian - bagian pertama Perjanjian Lama - bahwa kisah yang dipaparkan oleh Taurat berkenaan dengan
perkawinan Firaun dengan Sarah, kita mendapati penafsirannya bahwa Raja Mesir
itulah yang menculik Sarah. Atas perbuatannya itu si Raja Mesir menderita
penyakit aneh, sehingga dengan terpaksa menyerahkan Sarah kepada suaminya,
Ibrahim : "I
Di samping kitab-kitab agama, di
dalam guagua Qumran, juga diketemukan tulisan-tulisan yang khusus berkenaan
dengan kehidupan orang-orang sekte Esenes, antara lain "Kitab Para Murid",
"Manuskrip Damaskus", "Mazmur Pujian" dan manuskrip "Kitab Peperangan". Kendati
bahwa Kitab-kitab Taurat yang Lima dinisbatkan kepada Musa - yang hidup pada
abad ke-14 SM- dan walaupun KitabKitab
Perjanjian Lama telah rampung dari penulisannya pada abad ke-6 dan abad ke-4 S
M, namun terjemahan-terjemahan Kitab
Taurat yang ada saat ini - termasuk dalam hal ini terjemahan dalam Bahasa Arab-
semuanya bersandarkan pada naskahnaskah kanonik Ibrani yang ditulis oleh para
penulis Yahudi (Masoret), yang kembali pada zaman sekitar tahun 1008
M.
Bangsa Yahudi, semenjak
diijinkan oleh Cyrus, Penguasa Persia untuk mendirikan Rumah Suci dan kembalinya
para pendeta dari Babel, pada sekitar abad ke-5 S M, mereka mempergunakan Taurat
- Lima Kitab pertama dari Perjanjian Lama, yang berisi
ajaranajaran Musa dalam peribadatan-, namun di kalangan mereka juga diketahui
adanya "kitab-kitab suci" yang lain, seperti halnya kitab yang memaparkan
sejarah bangsa Israel sepeninggal Musa. Selain itu ada pula sekumpulan kitab
yang dinisbatkan kepada para Nabi yang muncul antara abad ke-10 hingga abad ke-6
SM, serta Kitab-kitab Kebijaksanaan dan
Mazmur.
Sementara orang-orang sekte
Esenes memperhatikan seluruh kitab, di mana mereka menafsirkan Taurat Musa
berdasarkan pada ajaran para nabi dan syair-syair dalam Mazmur, justru para
pendeta rumah suci hanya bersandar pada Lima Kitab Musa. Dan ketika kelompok
pendeta rumah suci itu lenyap setelah kehancuran Rumah Suci Jerusalem di tangan
Romawi pada tahun 70 M, para pendeta Yahudi sepakat untuk mendirikan Agama
Yahudi yang berlandaskan pada ajaran Talmud yang diklaim sebagai penafsiran dari
Taurat. Mereka meyakini adanya Taurat Lisan di samping Taurat Tertulis, yang
bersumber dari Musa, dan berdasarkan Taurat Lisan itulah mereka menafsirkan
Taurat Tertulis.
Ketika lahir Agama I
Pada akhir abad ke-1 M, para
pendeta Yahudi mengadakan pertemuan di Yamenia, sebuah kota kecil dekat Yafa,
wilayah pinggiran laut Palestina. Dalam pertemuan itu dilakukan revisi atas
semua tulisan yang ada pada mereka sehingga diputuskanlah tulisan mana saja yang
dapat dikelompokkan ke dalam apa yang kemudian dikenal dengan istilah "Kitab
Kanonik", atau dengan ungkapan lain, mana yang layak menjadi bagian dari Kitab
Perjanjian Lama, dan selebihnya dibuang. Dengan demikian, maka, naskah-naskah
Ibrani yang diketemukan pada akhir abad Ke-10 M, yang selanjutnya menjadi
rujukan bagi terjemahanterjemahan modern, adalah berdasarkan pada Kitab Kanonik
ini, yang rampung penyusunannya pada penghujung abad ke-1 M.
Di pihak lain, Raja Ptolomeus II
(Pladilepius) - yang membangun Perpustakaan Aleksandria- telah mendatangkan
sekelompok penulis kitab suci dari Jerusalem ke Aleksandria pada sekitar abad
ke-3 SM. Para penulis itu membawa hasil tulisan masing-masing yang selanjutnya
diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dan kemudian dikenal dengan naskah
Septuaginta. Oleh karena Gereja Kristen semenjak berdirinya mengandalkan naskah
berbahasa Yunani, maka Septuaginta inilah yang dipergunakan oleh seluruh Gereja
Kristen hingga abad pertengahan. Namun, semenjak diterjemahkanya Naskah Ibrani
ke dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa lainnya, pada abad ke-16, terlihat
adanya banyak perselisihan antara naskah Ibrani itu dengan Septuaginta., seperti
misalnya, adanya bagian yang kurang atau lebih, adanya perbedaan pada ayat yang
sama atau perbedaan berkenaan dengan nama-nama tempat dan catatan sejarah.
Ditemukannya kitab-kitab lain dalam kelompok Septuaginta yang tidak terdapat
pada Naskah Ibrani orang-orang Masoret, sehingga dengan demikian, ia dianggap
sebagai Kitab Agama yang diragukan
kebenarannya dan selanjutnya mendapat sebutan Apokripa. Perselisihan terus
berlanjut di antara para penelaah Taurat, di mana sebagian dari mereka meyakini
keabsahan salah satu naskah dan mengingkari naskah lainnya, dan sebagian lain
berusaha memadukan di antara keduanya. Berlatar belakang persoalan yang demikian
ini, maka ketika ditemukan naskah-naskah kuno di Qumran, menjelang berakhirnya
Perang Dunia II, para peneliti memprediksi bahwa naskah-naskah tersebut nantinya
akan menjadi kata pemutus dari perselisihan panjang itu.
Urgensi naskah-naskah kuno yang
ditemukan di Qumran, paling tidak terdapat pada masa sejarah penulisan
naskah-naskah tersebut yang berasal dari abad ke-2 SM, atau berdekatan dengan
masa selesainya terjemahan Septuaginta Yunani, dan sebelum seleksi yang
dilakukan oleh para pendeta Yahudi.
Kitab Yesaya
yang berasal dari naskah kuno Qumran, disebut sebagai yang pertama kali
diselesaikan terjemahannya dan diterbitkan pada tahun 1952. Namun di sana hanya
ada sedikit saja perbedaan dengan naskah Ibrani yang ditulis oleh
orang-orang Masoret, yang dapat disebut sebagal kesalahan tulis atau kesalahan
pada struktur kalimat. Namun persolannya menjadl berbeda, ketika Frank Moore
Cross -salah seorang ahli yang berwenang dalam penerjemahan naskah -
menerbitkan sebagian darl Kitab Samuel yang berasal dari temuan di gua
nomor 4, sebab dalam naskah tersebut ditemukan adanya perbedaan yang sangat
substantif dengan naskah Masoret berbahasa Ibrani. Sementara jilka dihadapkan
dengan naskah Septuaginta, keduanya sama persis. Namun pada bagian selanjutnya,
perbedaan muncul kembali, bukan saja dengan naskah Masoret, tetapi juga dengan
naskah Septuaginta. Bagian itu hanya memiliki persesuaian dengan Naskah
Sumeria.
Perlu dikemukakan
di sini bahwa di sana terdapat sekelompok kecil orang-orang Sumeria yang
mendiami wilayah Naples, yang memiliki Kitab Suci Perjanjian Lama yang hanya
terdiri dari Lima Kitab Musa saja. Kelompok Sumeria berkeyakinan bahwa asal-usul
Kitab Suci yang ada pada mereka berasal dari zaman Nabi Musa. Terdapat perbedaan
yang cukup tajam antara naskah Sumeria dengan Naskah Septuaginta dan naskah
Masoret, antara lair berkenaan dengan perkiraan masa tinggal bangsa
Yahudi di Mesir. Sementara naskah Ibrani menyatakan bahwa keberadaan mereka di
Mesir berlangsung selama 430 tahun, sedangkan naskah
Sumeria -yang dalam persoalan ini sepakat dengan naskah Septuaginta -bahwa masa
tersebut meliputi rentang waktu menetapnya bangsa Israel di bumi Kana'an dan di
Mesir, atau dengan ungkapan lain, adalah periode semenjak kedatangan Ibrahim ke
kana'an hingga keluarnya Musa ke bukit Sinai.
Penemuan gulungan kecil di gua
nomor : 4 di Qumran yang tertulis dalam bahasa Ibrani memuat bagian pertama
Kitab Keluaran. Diketahui bahwa naskah tersebut bersesuaian dengan naskah
Sumeria pada beberapa tempat, namun berbeda dengan naskah
Ibrani.
Ini mengindikasikan bahwa
kitab-kitab Sumeria merujuk kepada naskah kuno yang konon telah ada semenjak
lahirnya kelompok ini pada abad ke-5 M.
Demikianlah bahwa kita mendapati
di antara naskah Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan di sekumpulan gua di
Qumran di antaranya ada yang relevan dengan naskah Ibrani, Septuaginta berbahasa
Yunani dan naskah Sumeria, selain ditemukan adanya naskah-naskah lain yang
berisi kombinasi dari ketiga naskah yang ada. Semua bukti tersebut menunjukkan
bahwa di sana -paling tidak- terdapat empat buah tulisan yang berbeda dari satu
jenis kitab, yang merupakan bagian dari Perjanjian Lama. Hal tersebut mendorong
banyak ilmuan Kristen menuntut agar tidak bersandar hanya pada satu Masoret
saja, dalam upaya melakukan terjemahan baru. Di samping adanya pertimbangan
sehingga diketahui mana di antara naskah yang ada yang paling
sahih.
0 komentar:
Posting Komentar
Saya berharap para pembaca untuk memberikan kritik,saran dan masukannya.