Siapakah orang-orang yang
mendiami wilayah Qumran antara pertengahan abad ke-2 S M hingga pertengahan abad
1M. yang menyembunyikan manuskrip-manuskrip misterius di gua-gua Laut Mati? Para
ilmuwan sepakat bahwa naskah-naskah kuno tulisan tangan yang diketemukan di
Qumran .itu adalah milik sekte Yahudi yang menamakan diri mereka "Esenes".
Sebutan mereka dengan nama tersebut menjadi bahan perdebatan di kalangan para
ahli. Profesor Abbas Mahmud AI-Aqqad dalam buku "Hayat Almasih" (Kehidupan
Almasih) edisi kedua, mengemukakan sebagai berikut,
"Pendapat yang paling akurat
dari berbagai tesis yang ada adalah bahwa orang-orang yang khusyu, yang menghuni
rumah peribadatan di Qumran ilu adalah sekelompok sekte Esenes, salah satu sekte
konservatif dan sangat keras mempertahankan hukum-hukum agama Yahudi, yang
menantikan keselamatan mereka dengan datangnya Sang Juru Selamat
yang dijanjikan. Sekte ini yang juga sempat kami singgung dalam tulisan kami
'Kejeniusan Almasih', merupakan kelompok bani Israel yang paling bersih dari
perbuatan dosa dan hawa nafsu. Dalam tingkat keberagamaan, mereka terbagi
menjadi tiga kelas. Dalam sumpah kesetiaan, mereka bersumpah untuk menjaga
rahasia kelompoknya, dan sesudah itu mereka diharamkan untuk bersumpah seeara
benar atau palsu seumur hidup. Mereka beriman pada hari kiamat, kebangkitan dan
kerasulan Almasih sang Juru Selamat. Pendapat kami bahwa nama Esenes berasal
dari derivasi "asi " yang berarti tabib. "
Para ilmuan sejarah berbeda
pendapat berkenaan dangan asal penamaan Esenes. Sebagaimana tersebut di atas
bahwa Profesor Aqqad menyebutnya berasal dari akar kata `asi' dalam
bahasa Aramik yang berarti tabib. Akan tetapi penulis berbeda pendapat dengan
Profesor Aqqad, sebab jamak dari kata "ast"' bukannya "esen"
tetapi "asen". Meskipun diketahui bahwa mereka mempergunakan ramuan
obat-obatan untuk terapi penyembuhan berbagai macam penyakit, namun mereka
bukanlah para tabib, dan tidak terdapat satupun tulisan kuno yang memperkuat
dugaan bahwa mereka berprofesi sebagai tabib.
Nama
kelompok Esenes tertulis dalam bahasa Yunani dalam karya sejarah Philo
Judaeus , Josephus Flavius , dan Pliny the Elder , masing-masing dalam ungkapan "
Esenoy" atau " Esau" sedangkan nama orang yang menisbatkan dirinya
kepada nama itu disebut " Esawi". Persoalan mendasar yang dihadapi oleh
para peneliti adalah bahwa meskipun asal kata dari nama kelompok ini merupakan
peristilahan lokal, namun mereka mendapatinya hanya tertulis dalam bahasa
Yunani. Untuk itu pertu dilacak asal kata dari istilah
tersebut.
Sebagian peneliti mengasumsikan
bahwa istilah itu berasal dari bahasa Aramik atau Ibrani; namun mereka tidak
kunjung sepakat pada kata tertentu yarig menunjukkan bahwa kelompok tersebut
pernah berdiam di wilayah Palestina. Namun demikian, di sana terdapat indikasi
kuat yang menghubungkan kelampok Esenes dengan Nabi Yesaya, yang membelot dari
kelompok Pendeta Rumah Suci dan memilih hidup menyendiri menantikan kedatangan
Sang Juru Selamat pada akhir zaman (hari kiamat). Nama Yesaya dalam bahasa
Ibrani adalah "Vasya Ya', seperti "Yasyu"' dan "Yasu"' yang mempunyai satu
pengertian yakni keselamatan Tuhan. Sedangkan nama "Yasu"' dalam bahasa Yunani
-atau "Isa" dalam bahasa Arabditulis sebagai "Esu". Tampaknya bahwa nama Yesaya
juga dipakai untuk menamahan murid-murid Nabi Yesaya. Para peneliti telah
menemukan tiga bagian dalam Kitab Yesaya ditulis selama kurun waktu dua abad,
antara abad ke-6 hingga abad ke-4 SM. Apapun alasannya, di antara jemaat yang
mendiami wilayah Qumran bersama nabi Yesaya terdapat hubungan yang erat -berkat
penemuan di dalam gua-gua hunian mereka- dengan tulisan-tulisan Nabi Yesaya
dalam jumlah besar, dan mereka menafsirkan tulisan-tulisan itu
dengan metode khusus yang menjadi rahasia di antara mereka, terutama
bagian-bagian yang berkenaan dengan "Hamba Tuhan", dan kelahiran "Emanuel".
Naskah-naskah ini juga-lah yang diandalkan oleh para penulis Injil untuk
mengisyaratkan kelahiran Isa Almasih yang mereka sebut sebagai "nubuwat Sang
Guru di masa mendatang".
Mengetahui asal kata dari
peristilahan ini barangkali tidak sedemikian sulit, jika kita mengingat bahwa
huruf "ain" dalam bahasa Arab dan pada semua bahasa Semitik akan menjadi "alif"
dalam bahasa-bahasa Eropa di antaranya bahasa Yunani. I
Menurut penjelasan Pliny, dalam
bukunya "Natural History", sesungguhnya kelompok Esenes mendiami wilayah antara
kota Yericho (Ariha) kawasan lembah Jordan di utara dan kota `Ein Juda di tepian
Laut Mati di selatan. Kawasan yang sama di mana terletak wilayah tak berpenghuni
di Qumran. Paska kedatangan orang-orang Yahudi dari Babel, para pendeta Yahudi
berhasil menyeru manusia pada ajaran agama Yahudi yang didirikan berdasarkan
penafsiran mereka yang sangat khusus atas Taurat Musa. Dan berdasarkan retorika
penafsiran itu pula para pendeta
menyusun ulang format kitab suci
Yahudi. Bersamaan dengan dibolehkannya orang-orang Yahudi untuk membangun
kembali rumah suci kaum Yebusi oleh penguasa Parsi, maka dengan demikian, rumah
suci itu menjadi pusat kegiatan peribadatan para pendeta.
Ibadah Yahudi yang dilakukan
oleh kelompok pendeta, terdiri dari ritual-ritual tertentu, yang penting di
antaranya adalah menyembelih hewan kurban yang dilakukan oleh para pendeta di
rumah suci setiap hari, terlebih pada hari Sabat atau hari-hari raya.
Orangorang Yahudi awam, masing-masing diminta untuk mempersembahkan sebagian
hasil usaha mereka untuk rumah suci. Oleh sebab jabatan Kependetaan itu menjadi
status yang sifatnya turun temurun dalam garis keturunan keluarga "para
pendeta", maka secara otomatis, "status kependetaan" itu selanjutnya
membentuk hierarkhi baru dalam masyarakat Yahudi, yang mampu mendatangkan sumber
kekayaan yang cukup melimpah.
Dengan masuknya komunitas
aristokrat dan para pedagang, hierarkhi tersebut selanjutnya menjadi populer
sebagai Sekte Saduki atau Sedukhem. Kelas sosial Yahudi tersebut kemudian
memegang otoritas atas bangsa Yahudi melalui ritus-ritus keagamaan. Tidak ada
doa atau upacara keagamaan lainnya yang berlangsung dalam agama Yahudi yang
dapat dilaksanakan sendiri oleh para pemeluk, baik di rumah atau di tempat
peribadatan lain, melainkan harus datang ke Rumah Suci di Jerusalem dan
mempersembahkan kurban kepada para Pendeta.
Sekte Saduki mempercayai bahwa
arwah akan mengalami kematian bersamaan dengan kematian jasad. Sekte Saduki
menerapkan ajaran Taurat secara sangat tekstual, dan dalam penafsiran teks-teks
Taurat sama sekali terlepas logika akal, seperti halnya analogi. Berdasarkan
konsep teori penafsiran seperti itu, maka sekte Saduki tidak mengimani keabadian
arwah, tidak pula kebangkitan manusia sesudah mati, atau perhitungan amal
perbuatan (hisab). Saduki juga tidak mempercayai adanya wujud malaikat dan jin,
karena dalam pendirian Seduki bahwa ajaran Taurat berdiri di atas prinsip
kemaha-esaan Tuhan. Oleh karena itu tidak ada penyembahan berhala dan berikut
ilah-ilah lain dalam keyakinan Saduki. Sedangkan
kepercayaan pada hari kiamat dan hisab di kehidupan akhirat sesudah mati tidak
disebutkan dalam kitabkitab yang dinisbatkan kepada Musa, akan tetapi tercantum
di dalam kitab Nabi-nabi, seperti halnya Yesaya.
Sementara sekte Seduki
(Kelompok Pendeta) mendasarkan ajaran agama Yahudi
hanya pada lima Kitab Taurat saja, yakni lima kitab pertama pada
Perjanjian Lama, (Kejadian, Eksodus, Orang-orang Levi, Bilangan dan
Ulangan -dan dengan demikian mengesampingkan I wiiayah terpencil dan melakukan ritus-ritus peribadatan secara
sembunyi-sembunyi, sehingga selamat dari penindasan kelompok pendeta
Seduki.
Berdasarkan pada tulisan-tulisan
Philo Judaeus, filosof Yahudi dari Aleksandria yang hidup pada awal abad Masehi,
dan Josephus, sejarawan yang hidup di Palestina dan penulis sejarah Yahudi untuk
Romawi pada akhir abad pertama Masehi, bahwa kaum Esenes tersebut pernah ada di
Palestina, tepatnya di kawasan terdekat dengan wilayah barat laut pantai Laut
Mati. Dan berdasarkan pada sumber-sumber tulisan kuno, para penganut Sekte
Esenes, meskipun mereka adalah pemeluk Yahudi tetapi mereka mempunyai perbedaan
yang amat menyolok dengan pemeluk Yahudi pada umumnya, oleh sebab kepercayaan
mereka pada keabadian arwah, pada perhitungan di hari akhir, dan mereka tidak
melakukan ritus pengurbanan hewan sembelihan di kuil. Dan jumlah mereka
relatif kecil, tidak lebih dari 4000 orang pada awal abad pertama
Masehi.
Para pengikut sekte Eseness
terbagi menjadi dua kelompok; pertama, hidup seperti layaknya para rahib dan
tidak menikah, sedang kelompok kedua, hidup bersahaja dan menikah. Meskipun di
antara keduanya ada perbedaan, namun semua penganut Esenes mepunyai semangat
menjauhkan diri dari dunia materi dan kesenangan hidup. Tidak ada di antara
mereka kelompok kaya dan kelompok miskin, karena semuanya menjadi satu dalam hak
kepemilikian. Esenes meyakini bahwa wujud materi yakni jasad manusia adalah
wujud temporal yang fana. Sedangkan wujud yang hakiki ada
di alam kehidupan arwah, dan oleh karena itu mereka tidak takut mati.
Orang-orang Esenes ini hidup dalam kelompok-kelompok secara sangat bersahaja,
mengenakan selendang putih ciri khas mereka. Rutinitas keseharian mereka dimulai
dengan bangun pagi untuk melaksanakan shalat fajar kemudian pergi ke
ladang karena sebagian besar mata pencarian mereka adalah bercocok tanam. Mereka
mengerjakan shalat yang kedua saat matahari tenggelam dan sesudah itu
berkumpul bersama anggota keluarga untuk makan malam, yang umumnya terdiri dari
roti dan satu macam jenis sayuran.
Bersuci dengan mempergunakan air
sebelum melakukan shalat, merupakan tradisi ibadah sangat penting dan dipegang
teguh oleh para pengikut sekte Esenes. Bukan hal yang sederhana bagi siapapun
untuk menjadi anggota sekte Esenes, khususnya wanita, karena sekte Esenes tidak
menerima keanggotaan dari kaum hawa. Yang berminat menjadi anggota sekte Esenes
terlebih dahulu harus lolos ujian panjang yang berlangsung selama satu tahun.
Jika yang bersangkutan lulus, ia baru diperbolehkan mengikuti ritual-ritual
khusus selama dua tahun dan baru benar-benar menjadi anggota pada tahun
ketiga.
Orang-orang dari sekte Esenes
mempunyai kebiasaan yang sangat unik, di mana mereka memanfaatkan sebagian besar
waktu malam untuk membaca Taurat juga Kitab
Nabi-Nabi, khususnya I itu secara metaforis, bukan secara harfiah. Maka dari
itu sangat sulit bagi orang lain untuk memahami makna sesungguhnya dari
pembicaraan mereka (ritual ibadah mereka, pent)
kecuali bagi yang memahami benar rahasia ajaran kaum Esenes. Sekte Esenes
mengharamkan atas para pengikutnya untuk melakukan sumpah kecuali hanya satu
jenis sumpah untuk menjaga kerahasiaan sekte, yang dilakukan pada saat diterima
sebagai anggota kelompok. Kerahasiaan lain yang sangat dijaga oleh kaum Esenes
adalah berkenaan dengan nama-nama malaikat, yang menjadi kewajiban masing-masing
anggota untuk menghafalkannya. Sedangkan penganut Yahudi pada umumnya tidak
mempercayai adanya malaikat.
Perselisihan yang terjadi antara
Esenes dan Seduki menjadi sebab bagi lahirnya sekte baru yang memiliki struktur
kepercayaan moderat, yang dikenal dengan nama Farisi. Tersebarnya filsafat Plato
yang mempercayai adanya alam spiritual metafisis, berakibat pada munculnya
keyakinan akan keabadian arwah sesudah mati. Sekte Farisi percaya pada takdir,
yang substansinya adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi sesungguhnya telah
ditentukan sebelumnya dan tidak mungkin untuk dihindari. Akan tetapi mereka juga
meyakini kebebasan manusia untuk berkehendak dan memilih. Mereka mengataan bahwa
Tuhan akan memberi kemudahan bagi mereka yang berbuat kebajikan, sedangkan orang
yang meniti jalan kejahatan, Tuhan akan membiarkan dirinya dengan pilihannya
itu. Bertolak dari keyakinan ini mereka
mengatakan bahwa arwah
orang-orang jahat akan ditempatkan dalam penjara abadi dan mengalami siksaan
sepanjang masa. Adapun arwah orang-orang yang baik dalam pandangan Farisi,
mereka itu akan hidup kembati dalam jasad lain. Dengan ungkapan lain mereka
percaya pada inkarnasi atau kembalinya arwah ke bumi.
Sebagai usaha memberikan
legitimasi atas penafsiran-penafsiran mereka yang sangat bertolak belakang
dengan ajaran para Pendeta, sekte Farisi mendirikan konsep teori baru yang
mengatakan bahwa selain Taurat tertulis, Tuhan juga memberikan kepada Musa
"Hukum Lisan" yang sampai kepada mereka melalui jalam periwayatan yang turun
temurun -dan selanjutnya mereka mengabadikannya dalam Talmud. Di samping itu
mereka juga mempergunakan logika akal dalam menafsirkan teks-teks kitab suci.
Mereka berpendapat bahwa perubahan zaman akan berarti perubahan tuntutan,
sehingga yang penting dalam hal ini adalah penerapan substansi hukum, bukan
formalitas hukum itu. Seperti contoh, dalam menerapkan ayat "mata dibalas dengan
mata", mereka mengatakan bahwa pada masa itu, tidak mesti harus dengan membunuh
pelaku, sebab hal itu dapat saja diganti dengan memberikan ganti rugi kepada
korban.
Tidak diragukan bahwa
orang-orang Farisi-lah yang membangun agama Yahudi Rabinik (Rabbinic Judaism)
setelah berakhirnya masa kependetaan
menyusul hancurnya Rumah Suci
Yerusalem di tangan penguasa Romawi pada tahun 70 S M, dan semua pendeta yang
ada di dalamnya tewas terbunuh. Namun demikian kita melihat adanya kesamaan
pandangan antara sekte Farisi dan Seduki berkenaan dengan jatidiri dan peran
Almasih. Kaum Farisi memerangi pengikut-pengikut Isa As. dan menghalang-halangi
misi kaum Esenes. Orang-orang Yahudi -hingga saat ini- masih menantikan
kedatangan Mesiah yang lain, selain Isa, yang akan menjadi Pemimpin dan Raja
keabadian. Maka berdasarkan keyakinan ini, penulis berpendapat bahwa kelompok
Esenes, meskipun mereka menjadi bagian dari komunitas Yahudi sebelum kehancuran
Beit Suci, namun pada hakikatnya mereka sangat berbeda dengan Yahudi pada
umumnya, berkenaan dengan keimanan pada keabadian arwah dan hari kiamat. Pada
saat kedatangan sang Guru, yang akan memimpin pertempuran "Putera cahaya"
melawan "Putera kegelapan". Mesiah yang mereka nantikan akan menang dan
kejahatan akan sirna sepanjang masa. Oleh sebab itu, kebanyakan para peneliti
condong kepada kesimpulan bahwa orangorang sekte Esenes adalah komunitas
Judeo-Kristen yang akan kita ketahui lebih lanjut tentang
jati diri mereka pada bahasan-bahasan mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar
Saya berharap para pembaca untuk memberikan kritik,saran dan masukannya.